Aku

11:39 PM Ichsan Sofan Nurzani 0 Comments

Aku sedang berdiri, di hadapan sebuah cermin yang cukup besar, sebuah cermin yang seketika memperlihatkan setiap inci dari tubuh ini tanpa terhalang ujungnya. Aku memperhatikan setiap bentuk dan warna yang telah Tuhan titipkan melalui anggota tubuh ini, terletak rapi pada tempat seharusnya mereka berada. Aku bukan seorang rupawan, yang jelas bangga akan wujud sempurna di sana, cermin itu cukup jelas menampakkan apa yang seharusnya aku sadari.

Aku mundur beberapa langkah dari sana, mempersempit ruang kosong antara aku dan tempat tidur ku. Duduk ku akhirnya. Di sana. Di permukaan empuk tempatku memulai angan, tempatku menerjemahkan mimpi ketika kembali kurasakan nafas pagi.

Tertunduk sebentar, mengenyahkan pikiran yang tidak bermuatan. Menghela nafas, mensyukuri setiap bulir tak kasat mata dari oksigen yang selalu mengisi paru-paru, yang membuatku tetap bernyawa, yang membuatku tetap bisa memaknai peran kecilku di dunia yang besar ini.


Dunia besar yang tiba-tiba diwarnai kamu, kamu yang tiba-tiba ada di tengah kemelut yang hampir melumatkanku dalam perasaan tak berharga.

Hanya beberapa minggu setelah akhirnya kutemukan kembali kamu, bergaung di antara pekiknya hidup yang mulai tak tentu arah. Aku dan kamu, bagai dua ekor itik kecil yang berbalur lumpur, di mana masing-masing kita sedang mencoba menanggalkan pekatnya setiap gumpal lumpur yang melekat. sehingga tanggal, sehingga  akhirnya bisa kukenal kamu, dan kau kenal aku.

Entahlah, apa peranmu di sini. Aku pun masih mencoba mencari benang merah dari adegan yang Tuhan persiapkan untuk kumainkan di sini.

Dari layar blackberry yang memberi simpul komunikasi untuk kita, dan dari harap cemas kerlip lampu merahnya. Dari setiap baris obrolan yang selalu terbarui, dari tombol komputer yang menerjemahkan isi kepala sehingga menjadi sebuah makna yang terpahami oleh kamu di sana. Thank you for every butterfly you've been straightly sending right into my tummy.


***


Aku menunggumu lepas, dari lekat masa lalu yang nampak susah untuk kau enyahkan begitu saja.

"Aku butuh waktu" kira-kira begitu apa yang bisa aku terjemahkan dari kamu.

Aku mengikuti baris waktu yang berjalan mengikuti cerita baru yang kau ukir di sana. Sebuah fase pergerakan, masa yang kau gunakan untuk melumat sisa-sisa masa lalu untuk menjadi dirimu yang baru. Katamu.

Waktu memberi benih, dan komunikasi yang akhirnya berperan untuk menumbuhkan dan memberi bentuk, seperti apa buah yang akan kita tuai nantinya. Aku hanya ingin mengenal kamu lebih jauh, untuk setiap rasa yang masih kutekan agar tidak meletup ia, memberikan sayat pedih pada hati yang semakin memerah.

***

...Dan ketika ku tahu aku harus berbagi kamu..
Aku hanya mencoba kembali bercermin di tempatku memulai cerita. Menghimpun perasaan pantas berkompetisi, atau cukuplah menyerah, daripada pulang sebagai pecundang dengan kepala tertunduk dan wajah merona malu.

...Dan dia..
Entahlah siapa dia, seseorang yang selalu memberiku didih darah demi setiap gumpal marah. Dia yang membakar benci dibalik setiap untai sayang aku untuk kamu, dari setiap gesekan cemburu yang meraja. Demi Qabil yang telah menumpahkan kebencian dengan cara memutus garis hidup manusia, mungkin tanpa anugerah Tuhan atas akal sehatku, sisi kelam pribadiku pun ingin rasanya mengikuti apa yang telah anak Adam itu kerjakan untuk mengakhiri amarah.

...Dan untuk rasa yang terhampar...
Terimakasih untuk setiap butir rasa yang memberiku warna jingga untuk setiap kasih yang tumbuh, terimakasih untuk setiap helai rasa cemburu yang membuatku yakin bahwa rasa itu belum pergi, terimakasih atas izin mengisi ruang di hati kamu, yang masih terdapat jejak basah penghuni sebelumnya.

*** 

Aku masih mencoba menguntai setiap rasa yang hampir putus ia dimakan cemburu, atas perasaan mempertahankan harga diri atas persaingan yang mungkin bisa semakin sengit. Siapapun dia, katakan aku tidak pernah gentar dan takut. Jika dia menungguku menyerah, maka bersiaplah untuk bersabar, karena aku hanya akan menyerah ketika ada seorang bisu berbisik kepada orang tuli bahwa ada orang buta melihat seseorang tanpa kaki berjalan di atas air. No one can ever get me away from you, unless i decided to, or you yourself ask me to...

you're loved....

0 comments: